Berita/Artikel

Webinar KOBI 6: Pandemi dan Nasib Biodiversitas Indonesia #2

            Pandemi COVID-19 yang belum berakhir, tidak menyulutkan semangat para akademika untuk berpartisipasi dalam menyalurkan informasi dan ilmu penting dalam masa penuh keterbatasan ini. Konsorsium Biologi Indonesia (KOBI) sebelumnya telah melaksanakan Webinar ke-5 dengan mengusung tema Pandemi dan Nasib Biodiversitas Indonesia pada Rabu tanggal 10 Maret 2021. Melanjutkan webinar tersebut, KOBI kembali menggelar webinar dengan mengusung tema yang sama yaitu Pandemi dan Nasib Biodiversitas Indonesia #2 pada Rabu tanggal 31 Maret 2021.

            Acara dibuka oleh Lisna Hidayati, M.Biotech. (UGM) selaku Pembawa Acara. Kemudian dilanjutkan dengan penyampaian sambutan oleh Ketua KOBI, Prof.Dr.Budi Setiadi Daryono, M.Agr.Sc. (UGM) yang sekaligus secara resmi membuka acara inti dari Webinar KOBI 6 ini.

            Dalam acara inti webinar KOBI kali ini dimoderatori oleh Muhammad Badrut Tamam, M.Sc. (UMLA). Pembicara pertama yaitu Robithotul Huda, S.Si., M.Ling. dari Yayasan IAR Indonesia (YIARI), dengan membawakan materi berjudul Kenormalan Baru Bagi Primata di Masa Pandemi. “YIARI merupakan yayasan dengan tujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup satwa liar dan melestarikan habitatnya serta meningkatkan kesejahteraan satwa liar dengan cara menciptakan lingkungan yang sehat dimana manusia dapat hidup harmonis dengan satwa. Upaya yang dilakukan YIARI yaitu memberikan perlindungan, penyelamatan, rehabilitasi, kerjasama penelitian, dan upaya pelepasliaran satwa liar tersebut ke habitat aaminya, serta penyadartahuan kepada masyarakat, pemerintah, hingga LSM.”

            Dalam kaitannya dengan pandemi, Robithotul Huda, S.Si., M.Ling. menuturkan bahwa salah satu tantangan rehabilitasi dan konservasi primata saat ini yaitu adanya himbauan dari pemerintah berkaitan dengan pelepasliaran satwa ke habitat alaminya dimana diperlukan adanya prosedur perijinan yang cukup ketat untuk pelepasliaran satwa. Sehingga terdapat penurunan jumlah primata yang dilepasliarkan pada tahun 2020. Hal ini tentu dapat meningkatkan jumlah populasi primata dalam pusat rehabilitasi YIARI karena banyaknya jumlah individu yang tertahan di sana. Sedangkan masih banyak primata yang tidak dapat dilepasliarkan karena cacat, sakit, dan sebagainya.

            Dra. Christny Ferdina Evie Rompas, M.Si. dari Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Manado sebagai pembicara kedua membawakan materi dengan judul Beberapa Aspek Biologi dan Konservasi Burung Maleo (Macrocephalon maleo) di Sulawesi Utara. “Burung maleo, yang merupakan spesies endemik di Sulawesi, sangat menarik untuk dipelajari. Beberapa hal unik dari burung maleo seperti telurnya yang tidak dierami, anak burung sudah mampu untuk terbang, ukuran telurnya yang besar mencapai 4-5 kali ukuran telur ayam dengan berat hingga 270 gram, serta dikenal sebagai burung pembuat lubang yang digunakan untuk meletakkan telurnya. Status IUCN untuk burung maleo sendiri yaitu terancam punah. Sedangkan menurut CITES telah masuk kategori Appendix 1 dimana burung maleo tidak boleh ditangkap maupun diperdagangkan. Di Indonesia sendiri sudah ada aturan perlindungan burung maleo.”

            Dalam upaya konservasi burung maleo dilakukan secara in situ dan ex situ. Contohnya seperti di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone di Sulawesi Utara yang sejak tahun 2001 sudah membuat habitat semi alami untuk maleo dan telah melepasliarkan banyak anak-anak burung maleo. Tetapi keberadaan mereka di alam pun belum dapat dimonitor, karena tetap saja keberadaan predator seperti biawak, ular, bahkan mungkin anjing yang ada disekitar taman nasional sangat berpengaruh terhadap populasi burung maleo.

            Acara ini dihadiri oleh lebih dari 210 peserta mulai dari dosen, mahasiswa  dan umum di Indonesia. Selama masa pandemi ini, KOBI telah melaksanakan 6 kali Webinar dalam rangka menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan turut serta mensukseskan program MBKM pada seluruh Prodi Biologi di Indonesia.